MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING
Disusun
untuk memenuhi tugas Mata Kuliah PAKEM Matematika
Dosen
Pengampu : Ratri Rahayu S.Pd, M.Pd
Disusun
oleh :
1. Shinta Selfiana Putri (2013 33 078)
2. Tri Setiani (2013 33 091)
Kelas : 5B PGSD
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2015
A.
Definisi Model Pembelajaran Problem Posing
Merupakan istilah yang pertama kali dikembangkan oleh ahli
pendidikan asal Brasil, Pauolo Freire dalam bukunya Pedagogi of The Oppressed (1970).
Problem posing learning (PPL) merujuk pada strategi pembelajaran yang
menekankan pemikiran kritis demi tujuan pembebasan. Sebagai strategi
pembelajaran, PPL melibatkan 3 keterampilan dasar yaitu menyimak (listening), berdialog (dialouge) dan tindakan (action).Banyak model yang sudah
dikembangkan sejak Freire pertama kali memperkenalkan istilah itu. Salah
satunya adalah buku Freire for The
Classroom: A Sourcebook for
Liberatory Teaching yang diedit oleh Ira Shor.
Problem posing adalah perumusan soal sederhana atau perumusan
ulang masalah yang ada dengan perubahan agar lebih sederhana dan dapat
dikuasai. Dalam pembelajaran matematika, sebenarnya pengajuan masalah (problem
posing) menempati posisi yang strategis. Dalam hal ini siswa harus menguasai
materi dan urutan penyelesaian soal secara mendetail. Hal tersebut akan
tercapai jika siswa memperkaya pengetahuannya tidak hanya dari guru melainkan
perlu belajar mandiri. Problem Posing
merupakan suatu model pembelajaran yang diadaptasikan dengan kemampuan siswa
dan dalam proses pembelajarannya membangun struktur kognitif siswa serta dapat
memotivasi siswa untuk berpikir kritis dan kreatif . Pada saat model
pembelajaran Problem Posing siswa melakukan hal yang lebih banyak, membentuk
asosiasi untuk merumuskan soal dan mengajukan masalah/soal lebih kreatif dan
melakukan pemecahan masalah (problem
solving) yang lebih efektif. Merumuskan atau membentuk soal adalah suatu
aktivitas dalam pembelajaran yang dapat mengembangkan motivasi dan kemampuan
siswa untuk berpikir kritis dan kreatif karena dalam model pembelajaran Problem
Posing siswa mendapat pengalaman langsung dalam merumuskan (membentuk soal
sendiri).
Jadi problem posing bisa diartikan sebagai pengajuan soal atau pengajuan
masalah. Sehingga model pembelajaran problem posing adalah suatu pola umum
perbuatan guru/peserta didik dalam peristiwa belajar mengajar pengajuan masalah
oleh peserta didik. (Suyitno, 2004), menjelaskan bahwa problem posing
diaplikasikan dalam tiga bentuk aktifitas kognitif matematika sebagai berikut.
Presolution posing, yaitu siswa membuat pertanyaan berdasarkan pernyataan yang
dibuat oleh guru.
Within solution posing, yaitu siswa memecah pertanyaan tunggal dari guru menjadi sub-sub pertanyaan yang relevan dengan pertanyaan guru. Post solution posing yaitu siswa membuat soal yang sejenis, seperti yang dibuat oleh guru.
Within solution posing, yaitu siswa memecah pertanyaan tunggal dari guru menjadi sub-sub pertanyaan yang relevan dengan pertanyaan guru. Post solution posing yaitu siswa membuat soal yang sejenis, seperti yang dibuat oleh guru.
Sedangkan Silver dan
Cai (Macdonald (2007) mengklasifikasikan tiga aktivitas koginitif dalam
pembuatan soal sebagai berikut:
1.
Pre-solution posing,
yaitu pembuatan soal berdasarkan situasi atau informasi yang diberikan.
Contoh:
Buatlah soal
berdasarkan informasi berikut ini.
Ali bermaksud membeli
sebuah buku seharga Rp 10.000,00, tetapi ia hanya
mempunyai Rp 6.000,00
Soal-soal yang mungkin
disusun siswa adalah sebagai berikut.
a. Apakah Ali
mempunyai cukup uang untuk membeli buku itu?
b. Berapa rupiah lagi
yang dibutuhkan Ali agar ia dapat membeli buku itu?
2.
Within-solution posing, yaitu
pembuatan atau formulasi soal yang sedang
diselesaikan. Pembuatan
soal demikian dimaksudkan sebagai penyederhanaan dari
soal yang sedang
diselesaikan. Dengan demikian, pembuatan soal demikian akan
mendukung penyelesaian
soal semula.
Contoh:
Diketahui soal sebagai
berikut.
Sebanyak 20.000 galon
air diisikan ke kolam renang dengan kecepatan tetap. Setelah 4 jam pengisian,
isi kolam renang tersebut menjadi 5/8 -nya. Jika sebelum pengisian kolam
tersebut telah berisi seperempatnya, berapakah kecepatan aliran air tersebut? Soal-soal
yang mungkin disusun siswa yang dapat mendukung penyelesaian soal tersebut
adalah sebagai beirkut.
- Berapa galon air di kolam renang ketika kolam itu berisi seperempatnya? Berapa galon air di kolam renang ketika kolam renang itu bersisi 5/8 -nya?
- Berapakah perubahan banyaknya air dalam kolam renang setelah 5 jam pengisian?
- Berapakah rata-rata perubahan banyaknya air di kolam renang itu?
- Berapa waktu yang diperlukan untuk mengisi kolam renang tersebut sampai penuh?
3.
Post-Solution Posing. Strategi ini
juga disebut sebagai strategi “find a
more challenging problem”.
Siswa memodifikasi atau merevisi tujuan atau kondisi soal yang telah
diselesaikan untuk menghasilkan soal-soal baru yang lebih menantang.
Pembuatan soal
demikian merujuk pada strategi “what-if-not
…?” atau ”what happen if …”.
Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk membuat soal dengan strategi itu adalah
sebagai berikut.
- Mengubah informasi atau data pada soal semula
- Menambah informasi atau data pada soal semula
- Mengubah nilai data yang diberikan, tetapi tetap mempertahankan kondisi atausituasi soal semula.
- Mengubah situasi atau kondisi soal semula, tetapi tetap mempertahankan data atau informasi yang ada pada soal semula.
Contoh:
Luas persegi panjang
dengan panjang 2 m dan lebar 4 m adalah 8 m2 . Soal-soal yang dapat
disusun adalah sebagai berikut.
a. Bagaimana jika
lebarnya bukan 2 m tetapi 3 m? Bagaimana luasnya?
b. Apa yang terjadi
jika mengubah panjang dan lebarnya masing-masing
menjadi dua kali? Apakah
luasnya juga akan menjadi dua kali luas semula?
c. Bagaimana jika kita
mengubah panjangnya menjadi dua kali dan mengurangi lebarnya menjadi
setengahnya? Apakah luasnya akan tetap?
d. Tentukan panjang
dan lebar suatu persegi panjang yang luasnya sama dengan dua kali luas persegi
panjang semula.
B.
Prinsip Model Pembelajaran Problem Posing
Pada prinsipnya, model pembelajaran problem posing adalah
model pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri
melalui belajar (berlatih soal) secara mandiri (Suyitno, 2004).
C.
Sintaks/Tahap Pembelajaran Problem Posing
Ketika guru
menerapkan PPL di ruang kelas mereka harus berusaha mendekati siswanya sebagai
partner dialog agar dapat menciptakan atmosfer harapan, cinta, kerendahan hati,
dan kepercayaan. Hal ini dapat dilakukan melalui 6 poin rujukan:
1.
Para dialoger (guru atau siswa) meyakini pengetahuan sebagai
hasil dari pengalaman dan kondisi individual.
2.
Mereka mendekati dunia historis dan cultural sebagai realitas
yang dapat berubah yang dibentuk oleh representasi ideologis manusia atau
realitas.
3.
Para siswa berusaha menghubungkan antara kondisinya sendiri
dengan kondisi-kondisi yang dihasilkan melalui upayanya dalam mengkontruksi
realitas.
4.
Para dialoger mempertimbangkan cara-cara dalam membentuk
realitas melalui metode pengetahuan. Jadi, realitas yang baru nantinya bersifat
kolektif, berubah, dan dirasakan bersama-sama.
5.
Para siswa mengembangkan skill literasi (baca tulis) untuk
dapat mengekspresikan gagasan-gagasan, sehingga dapat member potensi pada
tindakan berpengetahuan.
6.
Para siswa mengidentifikasi mitos-mitos yang dominan dalam
wacana atau diskursus dan berusaha menafsirkan ulang mitos-mitos tersebut untuk
mengakhiri siklus penindasan (oppression).
Secara lebih
konkrit, Elizabeth Quintero, professor di Department
of Teaching and Learning, Newyorks University, dalam tulisannya “ Using Native Languages to Learn English”,
menyajikan tiga tahap penting pengajaran bahasa inggris kelas 7 berdasarkan
metode PPL yang dikembangkan oleh
Freire.
Tahap 1: Listening-Hearing the Story
- Guru memperkenalkan informasi sosial dan historis yang berkaitan dengan
topik pelajaran.
- Guru meminta siswa untuk melakukan Pre-Reading atas informasi tersebut untuk melihat seberapa jauh
pengetahuan mereka sebelumnya dalam merespon informasi.
- Guru mencontohkan pengalaman historis dan sosialnya sendiri
untuk mengajak siswa berpikir tentang peristiwa mereka sendiri pada masa lalu.
- Guru mulai menceritakan kisahnya dengan menggunakan instrument visual, audio, atau gambar di hadapan siswa.
Tahap 2: Dialogue-Telling the Story
1.
Setelah menceritakan kisah pribadinya, guru menunjukkan empat
gambar dalam satu kertas yang secara visual menceritakan kisahnya secara
kronologis.
2.
Guru meminta siswa untuk menjelaskan setiap gambar tersebut
dengan menggunakan tata bahasa yang benar.
3.
Selama proses ini, siswa diminta untuk bekerja dalam kelompok
kecil untuk mendiskusikan gagasan-gagasannya.
4.
Guru meminta siswa untuk menceritakan kembali kisah-kisahnya
dengan menggunakan kata-katanya sendiri.
Tahap 3: Action-Your Storry Assignment
Guru memberi siswa panduan belajar
dengan menginstruksikan kepada mereka untuk:
1.
Membagi cerita ke dalam empat bagian.
2.
Menggambar sebuah lukisan yang menunjukkan empat bagian
cerita.
3.
Menceritakan kisah tersebut dalam bahasa inggris kepada tiga
siswa lain di hadapan guru.
4.
Menulis kembali cerita dalam bahasa inggris dan
mengumpulkannya kepada guru.
Sedangkan menurut menurut Menon(1996:530-532)
dapat dilakukan dengan tiga cara berikut :
1.
Berikan kepada siswa soal cerita
tanpa pertanyaan, tetapisemua informasi yang diperlukan untuk memecahkan
soaltersebut ada. Tugas siswa adalah membuat pertanyaan berdasar informasi
tadi.
2.
Guru menyeleksi sebuah topik dan
meminta siswa untuk membagi kelompok. Tiap kelompok ditugaskan membuatsoal
cerita sekaligus penyelesaiannya. Nanti soal-soaltersebut dipecahkan oleh
kelompok-kelompok lain.Sebelumnya soal diberikan kepada guru untuk diedit
tentangkebaikan dan kesiapannya. Soal-soal tersebut nantidigunakan sebagai
latihan. Nama pembuat soal tersebutditunjukkan, tetapi solusinya tidak.
Soal-soal tersebutdidiskusikan dalam masing-masing kelompok dan kelas. Hal ini
akan memberi nilai komunikasi dan pengalaman belajar.Diskusi tersebut seputar
apakah soal tersebut ambigu atautidak cukup kelebihan informasi. Soal yang
dibuat siswatergantung interes siswa masing-masing. Sebagai perluasan,siswa
dapat menanyakan soal cerita yang dibuat secaraindividu.
3.
Siswa diberikan soal dan
diminta untuk mendaftar sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan
masalah. Sejumlah pertanyaan kemudian diseleksi dari daftar tersebut
untuk diselesaikan. Pertanyaan dapat bergantung dengan pertanyaan
lain.Bahkan dapat sama, tetapi kata-katanya berbeda.
Langkah
pembelajaran menurut Elfis (2009) sebagai berikut:
1) Guru menuliskan topik
pembelajaran.
2) Guru menuliskan tujuan
pembelajaran.
3) Guru membagi peserta didik
dalam kelompok yang berisi 4-5 orang.
4) Guru menugaskan peserta didik
membuat rangkuman.
5) Guru menugaskan peserta didik
membuat pertanyaan dari hasil rangkuman.
6) Pertanyaan yang telah dibuat
diserahkan ke kelompok lain untuk dicarikan
jawabannya.
7) Diskusi kelas.
8) Guru memberikan penguatan
pada diskusi kelas.
9) Guru membimbing peserta didik
menyusun kesimpulan.
D.
Karakteristik Model Pembelajaran Problem Posing
Problem posing
adalah model pembelajaran yang melibatkan peserta didik dalam proses
pembelajaran secara langsung untuk memberi kesempatan kepada siswa dalam
menganalisis permasalahan yang ada dengan serangkaian kegiatan yang lebih
bermakna.
Dengan
kegiatan-kegiatan siswa yang secara langsung dengan situasi yang telah
dicitakan guru. Dalam kegiatan tersebut maka siswa dapat membuka wawasan yang
dimilikinya dan memberikan kesempatan yang luas untuk saling berkomunikasi.
Thobroni dan
Mustofa (2012:350) menyatakan bahwa pembelajaran problem posing memiliki
karakteristik sebagai berikut:
a.
Guru belajar dari murid dan murid belajar dari guru.
b.
Guru menjadi rekan murid yang melibatkan diri dan
menstimulasi daya pemikiran kritis murid-muridnya serta mereka saling
memanusiakan.
c.
Manusia dapat mengembangkan kemampuannya untuk mengerti
secara kritis dirinya dan dunia tempat ia berada.
d.
Pembelajaran problem posing senantiasa membuka rahasia
realita yang menantang manusia kemudian menuntut suatu tanggapan terhadap
tantangan tersebut.
E.
Kelebihan Model Pembelajaran Problem Posing
Dalam Ilfi Norman
& Md. Nor Bakar (2011: 1) kelebihan model problem posing adalah :
a)
Kemampuan memecahkan masalah / mampu mencari berbagai jalan dari suatu
kesulitan yang dihadapi.
b)
Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman siswa/ terampil menyelesaikan soal
tentang materi yang diajarkan.
c)
Mengetahui proses bagaimana cara siswa memecahkan masalah.
d)
Meningkatkan kemampuan mengajukan soal.
e)
Sikap yang positif terhadap matematika / Minat siswa dalam pembelajaran
matematika lebih besar dan siswa lebih mudah memahami soal karena dibuat
sendiri.
f)
Mendatangkan kepuasan tersendiri bagi siswa jika soal yang dibuat tidak mampu
diselesaikan oleh kelompok lain.
Sedangkan kekurangan model pembelajaran problem posing yaitu
pembelajaran model problem posing membutuhkan persiapan informasi yang
banyak untuk sumber soal, dan agar pelaksanaan kegiatan dalam membuat soal
dapat dilakukan dengan baik perlu ditunjang oleh buku yang dapat dijadikan
pemahaman dalam kegiatan belajar terutama membuat soal. Selain itu, kelebihan
model pembelajaran Menurut Usmanto (2007), sebagai berikut:
1.
Meningkatkan daya penalaran
siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
karena
siswa dituntut dan dilatih membuat pertanyaan dan jawaban sendiri.
2.
Meningkatkan percaya diri siswa
sebab siswa dituntut untuk berani
mengemukakan
pendapat.
3. Meningkatkan
rasa senang siswa dalam pembelajaran.
4. Meningkatkan keaktifan siswa dalam mengikuti
pelajaran karena siswa
terlibat
langsung dalam pembahasan materi.
5.
Meningkatkan prestasi belajar
siswa.
DAFTAR
PUSTAKA
Elfis, 2010b. Pendekatan, Strategi, Metode,
Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran. http://elfisuir.blogspot.com/2010/01. Diunduh
pada tanggal 6 Oktober 2015.
Menon, Ramakrishnan. 1996.”Mathematical Comunicationthrough
Student-Constructed Question”. TeachingChildren Mathematics,V.2, N.9,
May 1996, h.530-532. Diunduh pada tanggal 4 Oktober.
Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa. 2012. Belajar
dan Pembelajaran: Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam
Pembangunan Nasional. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Norman,
Ilfi., Md. Nor Bakar. 2011. “Secondary School Students’ Problem Posing
Strategies: Implications To Secondary School Students’ Problem Posing
Performances”. Journal of
Edupres, Volume 1 September 2011, 1-8. Diunduh tanggal 5 Oktober
2015.
Silver,
E. & Cai, J. 1996. An Analysis of Aritmatic Problem Posing by Middle
School
Students. Journal for Research in Mathematis Education, V.2, N.5.
November
1996, p.521 – 539.
Suyitno,
Amin. 2004. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I. Semarang: Universitas
Negeri Semarang.
Usmanto. 2007. Implementasi Model Pembelajaran Problem
Posing Tipe Pre Solution Posing Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas
III D SMPN 2 Petarukan Kabupaten Pemalang Pada Pokok Bahasan Lingkaran II. http://digilib.unnes.ac.id.pdf. Diunduh pada tanggal 5 Oktober 2015.
Post a Comment
Post a Comment
Berkomentarlah dengan baik dan sopan. Komentar SPAM akan dihapus. Tema komentar bebas tapi utamakan berkomentar sesuai post ini.